Kesal tak Digubris, Pendemo Nekat Lompat Pagar Kantor Kejatisu

pagar Kantor Kejati Sumut

topmetro.news – Diduga kesal kurang lebih sejam melakukan orasi namun tidak ditanggapi, salah seorang dari belasan massa demonstran mengaku dari aliansi mahasiswa, akhirnya nekat memanjat pagar Kantor Kejati Sumut Jalan AH Nasution Medan, Senin siang (16/3/2020).

Aliansi Mahasiswa dari Gerakan Pemuda Mahasiswa Sumatera Utara (GPM Sumut) dan Gerakan Aktivis Mahasiswa Padang Lawas Utara (GAM Paluta) tersebut pada intinya mempertanyakan ‘nasib’ penanganan kasus dugaan korupsi oknum Kadis Perkim Kabupaten Paluta tersebut.

Karena tidak ada tanda-tanda seorang pun yang menanggapi aspirasi mereka, salah seorang orator nekat memanjat pagar. Padahal sudah dilarang petugas Keamanan Bagian Dalam (Kamdal) Kejati maupun aparat kepolisian yang sedang berjaga-jaga di depan gerbang.

Peringatkan Massa

Dengan pengeras suara, pria tersebut beberapa menit melakukan orasi. Namun terpaksa dicegah beberapa petugas Kamdal Kejati Sumut karena dia berusaha ke lobi Kantor Kejati.

Merespon aksi nekat salah seorang mahasiswa tersebut, Kapolsek Delitua Kompol Zulkifli Harahap kemudian meminta para mahasiswa meninggalkan lokasi. Karena aksi rekan mereka sudah terekam anggotanya tersebut sudah tidak bisa ditolerir lagi.

“Saya ingatkan kalian agar tidak bertindak sesuka hati ya. Kalian bebas menyampaikan aspirasi kalian tapi ingat batasannya. Sudah berapa jam kalian orasi disini. Jangan buat suasana memanas,” tegas Kapolsek melalui alat pengeras suara yang telah disiapkan petugas.

Mendengar ancaman tersebut, massa aksi unjuk rasa yang semula sempat terlibat adu argumen dengan personil kepolisian, akhirnya secara teratur meninggalkan lokasi demo.

Mark Up Anggaran

Koordinator Aksi Siddik Siregar di sela-sela demo menguraikan, pada 2019 Pemkab Paluta membutuhkan lahan untuk kebutuhan pemkab. Dinas Perkim Paluta sebagai ‘eksekutornya’.

Lahan yang dibeli berlokasi di Desa Batang Baruar Jae, Kecamatan Padangbolak seluas 4 hektar. Sementara pantauan massa demonstran, NJOP ketika itu berkisar Rp150 juta hingga Rp300 juta per hektar.

“Namun Pemkab Paluta menggelontorkan dana Rp3,1 miliar untuk pembelian lahan 3,9 hektar. Seandainya pun dikalikan dengan harga tertinggi (NJOP), pemkab hanya mengeluarkan dana hanya sebesar Rp1,2 miliar. Jadi ada dugaan mark up di sana,” tegas Siregar.

Selain itu, imbuhnya, ada kesan kurang kehati-hatian dari Dinas Perkim Paluta membeli lahan dimaksud. Diduga kuat status kepemilikan lahan belum steril, namun buru-buru dilakukan pembelian.

Maksud kedatangan mereka (sudah 10 kali demo ke Kejari Sumut-red) hanya ingin menanyakan ketegasan dari Kejati Sumut. Apakah kasusnya sudah dilimpahkan ke Bidang Tindak Pidana Khusus (Pidsus) atau belum. Sebab tim dari Kejati beberapa waktu lalu sudah suvei lokasi dan sejumlah pejabat terkait jual beli lahan termasuk pemilik lahan sudah dimintai keterangan.

Secara terpisah, Kasi Penkum Kejati Sumut Sumanggar Siagian yang dikonfirmasi via sambungan WhatsApp (WA) menyatakan, kasus dimaksud masih di tahapan Pulbaket (Pengumpulan Bahan dan Keterangan). Alias tahapan penyelidikan Tim Intelijen Kejati Sumut.

“Belum ke tahapan penyidikan (dik),” pungkas Sumanggar.

reporter | Robert Siregar

Related posts

Leave a Comment